Saturday 31 October 2015

Mengintip Fasilitas Rp 18 Triliun di Tambang 'Rahasia' Freeport


Mengintip Fasilitas Rp 18 Triliun di Tambang 'Rahasia' Freeport  
Tembagapura - Bagi Anda yang sudah menonton film The Mockingjay pasti tahu cerita tentang Distrik 13. Dalam film bergenre sains fiksi petualangan itu, Distrik 13 digambarkan sebagai lokasi yang semula dianggap tidak ada oleh penduduk negeri Panem. Belakangan, distrik itu terungkap keberadaannya.

Distrik 13 dikenal sebagai penghasil senjata dan nuklir di negeri Panem. Distrik ini dihancurkan pemerintah Panem dengan bom kimia karena penghuninya berupaya memberontak. Ternyata, meski di permukaan sudah hancur lebur, penduduk distrik ini masih bisa bertahan dengan cara hidup di bawah tanah.

Mereka bertahan dengan membangun infrastruktur dan fasilitas untuk hidup dan bekerja di bawah tanah, dari listrik, ruang makan, hingga ruang tidur. Ternyata ruang dan bangunan di Distrik 13 mirip dengan yang ada di Indonesia, tepatnya di tambang bawah tanah milik PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua.

Freeport jelas tidak menyontek Hunger Games. Perusahaan tambang ini sudah mulai membangun tambang bawah tanah sejak 2008, jauh sebelum film Hunger Games, bahkan bukunya, dipublikasikan. Tempo berkesempatan mengunjungi situs tambang bawah tanah Freeport pada Senin, 17 Agustus 2015.

Untuk ke lokasi, kami harus melalui AB Tunnel atau terowongan Ali Budiardjo yang menembus gunung dengan panjang jalur hingga ke lokasi mencapai 5 kilometer. Terowongan ini hanya bisa dilalui satu mobil. Lampu ada di beberapa titik, tapi pencahayaan lebih banyak terbantu sorot lampu Land Cruiser yang kami tumpangi.

Ketinggian terowongan hanya  6 meter. Di kanan-kiri terowongan kadang terlihat aliran air seperti sungai kecil. Sekitar sepuluh menit perjalanan, sampailah di lokasi tambang bawah tanah Deep Mile Level Zone (DMLZ), area tambang yang memiliki fasilitas hampir serupa dengan Distrik 13.


Pencahayaan bukan masalah lagi di tambang DMLZ. Lampu ditempel di sekitar dinding yang telah disemprot semen oleh Freeport. Di sana, ada tempat berkumpul yang mampu menampung 300 orang. Kebetulan saat itu tempat tersebut sedang digunakan untuk pelaksanaan upacara peringatan 70 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Suasana di DMLZ jadi mirip pemandangan di lapangan upacara kantor pemerintah. Di area tersebut terlihat umbul-umbul, poster, podium, bahkan mic beserta sound system-nya untuk mengiringi aubade upacara. "Fasilitas di tambang bawah tanah ini memang banyak," ujar Vice President Underground Mine Operations Hengky Rumbino, Senin, 17 Agustus 2015.

Menurut Hengky, fasilitas tersebut disediakan untuk para pekerja. Di dalam tambang, terdapat sepuluh ruang kantor untuk kebutuhan administrasi yang masing-masing berukuran 6 x 6. Selain itu, ada ruang makan yang disebut mess hall. Ruang makan ini juga mampu menampung ratusan pegawai.
Makanan disajikan secara prasmanan dua kali sehari dengan menu memenuhi standar empat sehat. Susunya diberikan terpisah dan gratis kepada pegawai sebanyak 1 liter per minggu. "Itu wajib kami sediakan dan diminum untuk pegawai yang bekerja di bawah tanah untuk detoksifikasi," tutur Hengky.
Sarana tempat ibadah pun disediakan perusahaan ini. Freeport membangun masjid dan gereja secara berdampingan di tambang bawah tanah. Masing-masing bisa diisi jemaah maksimal 250 orang. Selain itu, terdapat klinik yang bisa menampung 20 pasien dengan dokter jaga di dalamnya.

Sifat perawatan klinik itu hanya sementara untuk kasus darurat yang harus ditangani segera atau butuh pertolongan awal. Selanjutnya pegawai tetap dikirim ke rumah sakit di luar tambang untuk tindak lanjut. Adapun jatah medical check up gratis setiap enam bulan sekali untuk memantau kesehatan para pekerja.

Risiko bekerja di bawah tanah juga disadari manajemen dengan membangun ruang evakuasi. Ada beberapa ruang evakuasi, tapi yang terbesar bisa menampung 300 orang. Di ruang evakuasi itu disediakan perbekalan makanan, air, telepon, obat-obatan, dan tabung oksigen. Perlengkapan ini bisa membantu bertahan hidup hingga tiga hari jika kemungkinan buruk terjadi di area tambang.

Fasilitas itu tentu tak berjalan tanpa ada instalasi listrik dan teknologi untuk menyediakan udara yang cukup bagi pekerja. Untuk mengatur udara atau ventilasi, Freeport menempatkan lima kipas raksasa yang tugasnya mengisap udara kotor dari lokasi tambang dan menggantinya dengan udara bersih.

Daya isapnya jelas luar biasa. Tiap kipas membutuhkan pasokan energi 2.200 kilowatt. Sedangkan instalasi listrik untuk lampu-lampu dan yang lain membutuhkan 34,5 KW. Menurut Hengky, semua fasilitas itu menelan investasi hingga US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 18 triliun. "Masih ada beberapa tambahan fasilitas nantinya jika tambang mulai produksi."


0 komentar:

Post a Comment